Dunia memasuki era multipolar di mana kekuatan tidak lagi hanya terpusat pada Amerika Serikat atau Tiongkok. Kini muncul potensi aliansi global baru yang melibatkan negara-negara Dunia Ketiga, yang semakin vokal dalam menentukan arah geopolitik.
AS masih berusaha mempertahankan dominasinya lewat NATO dan kemitraan tradisional. Tiongkok, di sisi lain, memperkuat Belt and Road Initiative (BRI) untuk membangun pengaruh global. Negara-negara berkembang melihat peluang untuk mendapatkan keuntungan dengan memainkan peran penyeimbang.
Afrika, Amerika Latin, dan Asia Selatan mulai lebih percaya diri menuntut posisi sejajar. Mereka bukan lagi objek, tetapi subjek dalam percaturan global. Hal ini terlihat dari forum BRICS yang makin kuat, dengan anggota baru bergabung untuk melawan dominasi Barat.
Namun, dinamika ini juga memicu ketegangan. AS khawatir kehilangan pengaruh, sementara Tiongkok ingin mengukuhkan status sebagai pemimpin dunia. Negara Dunia Ketiga berisiko terjebak dalam konflik kepentingan jika tidak mampu memainkan diplomasi dengan hati-hati.
Bagi dunia, munculnya aliansi baru berarti distribusi kekuatan lebih merata. Tetapi, jika tidak dikelola baik, bisa memicu konflik dagang, perebutan sumber daya, dan ketidakstabilan politik.
Di sisi lain, ini juga membuka peluang besar. Negara-negara berkembang bisa mendapat investasi, transfer teknologi, dan akses pasar lebih luas. Jika dimanfaatkan bijak, Dunia Ketiga bisa naik kelas.
Aliansi global baru ini adalah tanda zaman berubah. Dunia tidak lagi dikendalikan satu kutub, tapi dibentuk oleh banyak suara.
Pertanyaannya: apakah aliansi ini membawa keseimbangan atau justru babak baru persaingan global yang lebih keras?