Isu diskriminasi dan perlindungan pekerja migran Asia di Timur Tengah terus menjadi tantangan diplomatik dan kemanusiaan yang signifikan. Negara-negara pengirim tenaga kerja utama seperti Filipina dan Bangladesh memainkan peran penting dalam negosiasi dan diplomasi untuk memastikan hak-hak dasar dan kesejahteraan warga negara mereka di luar negeri.
Pekerja migran Asia, yang sebagian besar bekerja di sektor konstruksi dan rumah tangga, sering menghadapi penyalahgunaan kontrak, kondisi kerja yang buruk, dan kurangnya perlindungan hukum. Pemerintah Filipina dan Bangladesh berupaya keras untuk menegosiasikan perjanjian bilateral yang lebih ketat, yang mencakup upah minimum, jam kerja yang jelas, dan hak untuk mempertahankan paspor.
Diplomasi dari kedua negara ini seringkali melibatkan koordinasi di tingkat regional untuk menekan negara-negara penerima agar meratifikasi standar perburuhan internasional dan menghapus sistem Kafala (sistem sponsorship) yang dinilai mengeksploitasi. Ini adalah pertarungan panjang yang menuntut ketegasan diplomatik yang konsisten.
Peran diplomasi Filipina dan Bangladesh dalam isu pekerja migran menyoroti tanggung jawab pemerintah untuk melindungi warga negaranya di luar negeri. Upaya ini menjadi penentu standar perburuhan yang lebih manusiawi di kawasan yang sangat bergantung pada tenaga kerja migran Asia.

