Media sosial awalnya hadir sebagai ruang komunikasi bebas. Namun kini, perannya dalam politik global semakin besar, bahkan sering diperdebatkan: apakah media sosial memperkuat demokrasi, atau justru menjadi alat propaganda yang berbahaya?
Media Sosial sebagai Kekuatan Politik
Platform seperti Facebook, Twitter (X), dan TikTok menjadi arena baru politik. Politisi menggunakan media sosial untuk kampanye, menyampaikan program, hingga membangun citra. Satu unggahan bisa menjangkau jutaan orang dalam hitungan detik, jauh lebih cepat dibanding media tradisional.
Dampak Positif
- Partisipasi Meningkat – Pemilih muda lebih terlibat dalam politik.
- Transparansi – Politisi bisa langsung diawasi publik.
- Akses Informasi Cepat – Warga dapat mengikuti perkembangan politik real-time.
Sisi Gelap Media Sosial
Namun, media sosial juga rawan disalahgunakan. Disinformasi, hoaks, dan ujaran kebencian dapat menyebar dengan cepat. Bahkan, ada kasus di mana algoritma platform justru memperkuat polarisasi politik.
Kasus Global
- Pemilu AS 2016 dituduh dipengaruhi intervensi asing melalui media sosial.
- Myanmar mengalami krisis kemanusiaan karena propaganda digital.
- Indonesia & Filipina juga menghadapi serangan hoaks di masa kampanye.
Masa Depan Demokrasi Digital
Jika tidak dikelola dengan baik, media sosial bisa melemahkan demokrasi. Perlu regulasi transparan, literasi digital, dan komitmen platform untuk tidak hanya mengejar keuntungan, tetapi juga menjaga ruang publik yang sehat.
Penutup:
Media sosial adalah pedang bermata dua: bisa memperkuat demokrasi atau menghancurkannya. Semua bergantung pada bagaimana masyarakat dan pemerintah mengelolanya.